Karakteristik Anak dengan Ketunanetraan


Anak-anak tunanetra kehilangan masa belajar dalam hidupnya. Anak tunanetra yang memiliki keterbatasan pengelihatan tidak mudah untuk bergerak dalam interaksi dengan lingkungannya, kesulitan dalam menemukan mainan dan teman-temannya, serta mengalami kesulitan untuk meniru orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang dikhawtirkan akan memberikan dampak 

Karakteristik Kognitif
Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada perkembangan dan belajar dalam hal yang berfariasi. Lowenfield menggambarkan dampak kebutaan dan lowvision terhadap perkembangan kognitif. Adapun identifikasi keterbatasan yang mendasar pada anak tunanetra ada dalam tiga area, antara lain :
1. Tingkat dan keanekaragaman pengalaman
Keterbatasan pengalaman anak tunanetra dikarenakan pengaruh pengalih fungsian organ-organ yang masih normal lainnya. Seorang anak tuna netra lebih mengandalkan indra peraba dan pendengaran untuk membantunya berinteraksi dengan lingkungan luar, walaupun demikian hal tersebut tentu saja tidak bekerja secara maksimal layaknya indra pengelihatan yang secara cepat dangan menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran, warna dan hubungan ruang yang dapat dengan mudah diperoleh dengan indra penglihatan.
2. Kemampuan untuk berpindah tempat
Indera penglihatan yang normal memungkinkan individu untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tapi tuan netra mepunyai keterbatasan untuk melakukan gerak tersebut. Keterbatasan tersebut menghalangi mereka untuk memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh juga pada hubungan sosial lingkungan sekitar mereka. Dengan segala keterbatasan mereka, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan kemampuan orientasi dan mobilitas
3. Interaksi dengan lingkungan
Jika seorang yang normal berada pada suatu ruangan yang ramai, maka dengan cepat akan mengenali keadaan ruangan tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang dimilikinya, gambaran tentang lingkungan masih tidak utuh
Karakteristik Akademik
Dampak ketunanetraan tidak hanya pada terhadap perkembangan kognitif, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademisnya, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai contoh, ketika seorang yang normal melakukan kegiatan membaca dan menulis mereka tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman pengelihatan. Kesulitan mereka dalam kegiatan membaca dan menulis biasanya sedikit mendapat pertolongan  dengan mempergunakan berbagai alternatif media atau alat membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhan masing-masing  
Karakteristik Sosial dan Emosional
Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang lain yang berkompeten . Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, siswa tunaneta sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Oleh sebab itu siswa tunanetra harus mendapatkan pembelajaran yang langsung dan sistematis dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan benar, mempergunakan tekanan dan alunan suara dengan baik, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi serta menggunakan alat bantu yang tepat.
Karakteristik Perilaku
Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra kadang-kadang sering kurang memperhatikan kebutuhannya sehari-harnya, sehingga ada kecenderungan orang lain untuk membantunya apabila hal ini terjadi maka siswa akan cenderung berlaku pasif.
Beberapa siswa tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Beberapa teori mengungkapkan bahwa anak tunanetra mengembangkan perilaku stereotip mereka akibat tidak ada rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Biasanya para ahli mencoba mengurangi dan menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, misalnya pemberian pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang positif dan sebagainya.

Tinggalkan komentar