Dosen Pengawas UN Dibekali


Ketua Tim Pengawas Ujian Nasional (UN) Provinsi Sulawesi Tenggara, La Sara mengatakan, wilayahnya siap menghadapi UN yang bakal digelar mulai satu pekan ke depan. Sebagai persiapan awal, ia akan segera melakukan sosialisasi dan pembekalan kepada seluruh dosen yang akan menjadi pengawas di setiap satuan pendidikan, Senin (9/4/2012) mendatang.

“Urusan administrasi telah selesai, dan pada 9 April kita akan bekali seluruh dosen yang akan menjadi pengawas,” kata La Sara, Sabtu (7/4/2012) malam, di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Ia mengatakan, para dosen yang akan menjadi pengawas pada UN sengaja dibekali sejak jauh hari dengan tujuan agar para dosen pengawas dapat memahami penuh tugas dan fungsinya pada saat UN digelar.

“Pengawas harus tahu semua tugasnya, sebelum, sedang dan saat selesai pelaksanaan UN,” ujarnya.

Pembantu Rektor I Universitas Haluoleo (Unhalu) Kendari ini melanjutkan, untuk mengoptimalkan pengawasan pada pelaksanaan UN di Kendari, ia mengatur pengawasan UN dilakukan oleh dua orang dosen di sekolah yang melaksanakan UN lebih dari sepuluh kelas. Hal itu dilakukan atas dasar untuk mencapai efektifitas kinerja dan menekan kemungkinan adanya kecurangan.

“Saya siasati, setiap sekolah yang jumlah ruang ujiannya lebih dari 10 kelas saya tempatkan 2 dosen untuk mengawas. Sekolah yang kelasnya di bawah itu, ya, satu dosen saja,” ujarnya.

Dengan jumlah 1.100 dosen, Unhalu mengerahkan sekitar 480 dosennya untuk menjadi pengawas dalam pelaksanaan UN di seluruh Kendari. Tidak hanya bertugas saat UN berlangsung di dalam kelas, tim pengawas juga bekerjasama dengan aparat kepolisian ikut mengawal jalannya distribusi naskah soal UN ke 394 (jenjang SD sampai SMA) sekolah di Sulawesi Tenggara.

Seperti diwartakan, UN untuk tingkat SMA/MA akan digelar pada 16-19 April 2012, dan UN susulan akan dilaksanakan pada 23-26 April. Untuk jenjang SMP/MTs dan SMPLB, UN akan dilaksanakan pada 23-26 April 2012, dan UN susulan akan berlangsung pada 30- 4 Mei 2012.

Adapun untuk jenjang SD/MI/SDLB UN akan digelar pada 7-9 Mei 2012, dan UN susulan akan dilaksanakan pada 14-16 Mei 2012. Untuk pengumumannya, tingkat SMA/MA dan SMK hasil UN akan diumumkan pada 24 Mei 2012. Tingkat SMP/MTs, SMPLB dan SMALB pada 2 Juni 2012. Sedangkan untuk pengumuman kelulusan UN tingkat SD menjadi kewenangan masing-masing provinsi.

Cara mengaktifkan forum diskusi dalam pembelajaran online


Tips 1: Jadikan Aktifitas Diskusi Online sebagai bagian dari Penilaian
Sebenarnya ada satu teori yang mengatakan bahwa, setiap orang cenderung mau mempelajari sesuatu kalau sesuatu yang dipalajri tersebut akan diujikan dan dijadikan sebagai bagian dari proses penilaian. Oleh karena itu, tips yang bisa kita lakukan adalah, jadikan aktifitas diskusi online sebagai bagian dari proses penilaian. Sebagai contoh, dalam perkuliahan yang saya ampu, terkait dengan diskusi online, kualitas argumentasi diskusi yang diberikan mahasiswa sya jadikan sebagai salah satu aspek penilaian. Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
Skor 1: jika mahasiswa memberikan komentar biasa tanpa dukungan argumen yang logis

Skor 2: jika mahasiswa memberikan komentar dengan dukungan argumen yang logis
Skor 3: jika mahasiswa memberikan komentar dengan dukungan argumen yang logis ditunjang dengan satu atau lebih acuan teori
Skor 4: jika mahasiswa memberikan komentar dengan dukungan argumen yang logis diserta satu atau lebih acuan teori dan memberikan alternatif solusi baru atau terobosan baru yang inovatif dan kreatif Baca lebih lanjut

Rubrik Penilaian RPP


Jika Anda disodorkan suatu rencana pelaksanaan pembelajaran (lesson plan), dapatkah kita memprediksi apakah RPP tersebut telah mencerminkan pembelajaran modern (student-centered learning) atau tidak? Tentu saja jawabnya, YA. Jika kita mengacu pada standar kecakapan siswa abad 21 menurut 21st Century Partnership, maka dari kegiatan inti dalam suatu RPP dapat kita lihat apakah RPP tersebut mendorong kemampuan atau keterampilan abad 21 atau tidak. Patokannya ada lima indikator, yaitu:

1. apakah mendorong memungkinkan terjadinya perkembangan literasi media, informasi dan teknologi?
2. apakah mendorong kemungkinan dihasilkannya karya dan prakarsa otentik oleh siswa?
3. apakah mendorong kemungkinan terasahnya kemampuan berpikir kritis dan memcahkan masalah?
4. apakah mendorong kemungkinan terbangunnya kemampuan bekerja secara kolaboratif dengan orang lain?
5. apakah mendorong kemungkinan terbangunnya kemmapuan berkomunikasi secara efektif?

Organisasi Belajar


Pada kenyataannya organisasi belajar tersebut masih dipandang terlalu deskriptif dan konseptual, sehingga mengalami kesulitan diterapkan secara aktual dalam praktek manajemen di berbagai perusahaan. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran bahwa organisasi belajar hanya akan menjadi wacana yang sulit dipahami dan direalisasikan dalam praktek sehari-hari, apabila tidak dilakukan redefinisi dan reorientasi konsep dan implementasi terhadap organisasi belajar.

Dalam kesempatan ini akan diketengahkan redefinsi dan strategi organisasi belajar dalam manajemen serta alternatif solusi permasalahan yang dihadapi manajemen saat ini dan mendatang. Pedoman implementasi organisasi belajar yang jelas dalam rangka mengembangkan kapabilitas individual dan meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu, peran dan tanggungjawab pemimpin untuk mendukung keberhasilan organisasi belajar dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi manajemen menyeluruh.
Mengapa organisasi belajar?
Yusufhadi Miarso (2002) mengemukakan beberapa alasan mengapa saat ini diperlukan organisasi belajar. Pertama, dalam rangka pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, kita tidak lagi dapat mengandalkan pada tersedianya tenaga kerja yang banyak dan murah, melainkan tenaga kerja yang terdidik dengan baik, terlatih dengan baik dan menguasai informasi dengan baik (well educated, well trained, and well informed). Perubahan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan merupakan azas dari organisasi belajar. Kedua, pengembangan organisasi yang lebih berorientasi pada lingkungan internal dianggap tidak tepat lagi. Sejalan dengan gerakan masyarakat informasi (information society), maka organisasi perlu menguasai informasi mengenai lingkungan secara komrehensif. Organisasi memerlukan lebih banyak tenaga kerja berpengetahuan (knowledge worker). Perkembangan ekonomi lebih dilandaskan pada pengetahuan dengan tenaga kerja berpengetahuan sebagai aset paling utama.

Mengembangan Pusat Sumber Belajar di Sekolah


Sejak pertengahan decade 1970-an terdapat perkembangan yang pesat di bidang dan konsep teknologi pendidikan dan teknologi instruksional (pembelajaran) dalam dunia pendidikan dan pembelajaran, tidak saja di Amerika Serikat tetapi juga di negara-negara lain seperti Canada, Australia, Korea Selatan, Jepang, Singapura, Malaysia, dan tentunya juga di Indonesia. Konsep teknologi pendidikan menekankan kepada individu yang belajar melalui pemanfaatan dan penggunaan berbagai jenis sumber belajar.

Hal ini tentunya merupakan suatu pandangan yang baru atau yang bersifat inovatif, karena pandangan masyarakat pada umumnya mengenai pendidikan adalah bersifat konvensional yaitu mengkaitkan penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang terjadi atau berlangsung di dalam kelas, di mana sejumlah murid atau peserta belajar secara bersama-sama memperoleh pelajaran dari seorang guru atau instruktur. Guru atau intruktur tersebut berperan terutama sebagai satu-satunya sumber belajar yang paling dominan dalam proses pembelajaran tersebut. Hal ini seringkali berakibat menjadinya proses pemberian pelajaran oleh guru atau instruktur bersifat verbalistis, karena guru sangat dominan menggunakan lambang verbal dalam melaksanakan proses pembelajaran yang umumnya dilakukan melalui penggunaan metode ceramah. Begitu dominannya guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah tersebut sehingga menyebabkan guru kurang mempunyai waktu untuk memberikan bimbingan dan bantuan dalam rangka memberikan kemudahan bagi murid-murid dalam kegiatan belajar mereka.
Di samping makin meluasnya penggunaan sumber belajar dalam proses pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan, peran dan sumbangan teknologi pendidikan lainnya yang paling monumental dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran adalah dilaksanakannya sistem pendidikan terbuka (open learning) atau pendidikan/belajar jarak jauh (distance education).sebagai jaringan pembelajaran yang bersifat inovatif dalam sistem pendidikan.

Model Konseptual dan Dimensi Knowledge Management


Dalam konteks Knowledge Management, dewasa ini telah ada sekitar 100 definisi tentang KM. Salah dua  contoh definisi KM adalah sebagai berikut: 
“knowledge management is the process of capturing, distributing, and effectively using knowledge” [Davenport, 1994). 
atau 
A discipline that promotes an integrated approach to identifying, capturing, evaluating,retrieving, and sharing all of an enterprise’s information assets. These assets may include databases, documents, policies, procedures, and previously uncaptured expertise and experience in individual workers. (Duhon, 1998) 
Dari dua definisi di atas maka jelas terlihat kesamaan properti. Perbedaannya adalah definisi pertama lebih simple sementara definisi kedua lebih detil dan lebih operasional. 
Knowledge Management sebagai suatu ilmu dan praktek (ilmiah) memiliki unsur-unsur batasan yang relatif sama antar pakar atau praktisi yang menggelutinya. Oleh karena itu, Despres dan Chauval mencoba menganalisis kesamaan batasan/definisi KM (model KM) menurut beberapa ahli dan praktisi yang ada. Despres dan Chauval, telah mencoba menganalisis 10 definisi KM lengkap dengan model konseptual baik dalam bentuk diagram maupun deksripsi singkatnya. Dari 10 model konseptual tersebut, Despress dan Chauval menjelaskan dimana letak persamaan dan perbedaan, penekanannya pada hal apa saja, dan lebih khusus menganalisis unsur-unsur (properti) konsep dari KM itu sendiri serta prosesnya seperti apa.

Saya mencoba, melakukan analisis berdasarkan hasil analisis Despres dan Chauval. Saya mencoba menganalisis unsur-unsur (properti) dari model konseptual KM yang dinugkapkan oleh beberapa pakar dan praktisi sebagai berikut:
Dalam bagian akhir bukunya, sebenarnya, Despres dan Chauval membahas tentang unsur-unsur Knowledge Management mengacu pada kesepuluh model tersebut. Unsur-unsur tersebut meliputi: waktu, bentuk dan jenis pengetahuan, ruang social, konteks, transformasi dan dinamika, penghubung dan media, dan budaya pengetahuan. Namun, karena Bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu, penulis agak sulit memahami maksudnya. Oleh karena itu, penulis mencoba mengklasifikasikan unsur-unsur KM tersebut ke dalam suatu konstelasi yang menurut penulis mudah untuk dipahami. Unsur-unsur KM, menurut penulis dapat diidentifikasi kedalam beberapa aspek, yaitu apa, siapa, bagaimana, dan dimana.
·         Apa; adalah acuan tentang obyek sentral yang dikelola dalam KM. Bicara obyek KM maka terdiri dari dua jenis, yaitu pengetahuan tacit (tacit knowledge) dan pengetahuan eksplisit (explicit knowledge). Walapun beberapa pakar menamakannya dengan istilah berbeda, seperti articulated knowledge (Model N-Form Organization, Hedlund) untuk pengetahuan eksplisit atau knowing (Model Knowling and Knowledge, Earl dan Model OK Net, Carayannis) untuk pengetahuan (knowledge). Obyek sentral ini, pada akhirnya akan menjadi asset intelektual, modal intelektual dan menjadi human capital bagi organisasi (Model Edvinsson, Model Snowden, Model Van Buren).
·         Siapa; adalah acuan tentang aktor pelaksana daripada KM tersebut dalam proses implementasinya. Aktor pelaksana tersebut adalah agregasi sosial yang meliputi individu (dalam dan luar organisasi, kelompok/komunitas (dalam dan luar organisasi), dan organisasi itu sendiri. Secara eksplist terlihat pada model SECI-Nonaka, model Earl, model N-Form,
·         Bagaimana; adalah acuan tentang bagaimana proses obyek dan aktor pelaksana KM memperoleh dan mentrasnformasi pengetahuan. Nonaka menamakannya dengan dinamika interaksi (interaction dynamic). Penulis menamakannya sebagai mekanisme untuk memperoleh dan menghasilkan/menciptakan pengetahuan secara terus menerus. Dalam semua model membahas bagaimana proses aktifitas atau interaksi yang sebaiknya terjadi, tapi tidak semua secara eksplisit menjelaskan bagaimana peran teknologi dalam mendukung proses tersebut. Misal, bagaimana pengetahuan tacit dikonversi menjadi tacit lain (sosialisasi menurut Nonaka, penciptaan kompetensi menurut Snowden, atau not knowing what you know dan not knowing what you don’t know menurut Earl yang diadaptasi oleh Carayannis), dari tacit menjadi eksplisit, dari eksplisit menjadi eksplisit, dan dari eksplisit menjadi tacit dengan berbagai istilah. Contoh lain, upaya bagaimana KM diperoleh dan diciptakan, secara eksplisit Snowden menjelaskan melalui: 1) pemetaan pengetahuan, 2) penciptaan kompetensi, 3) pengembangan system modal intelektual (pengelolaan pengetahuan eksplisit) dan 4) pengelolaan pengetahuan tacit. Artinya, semua model membahas bagaiman, tapi tidak secara eksplist menyebutkan bentuk konkritnya. Sementara menegenai bagaimana peran teknologi, khususnya teknologi computer dan internet/intranet, secara eksplisit hanya dibahas oleh beberapa model seperti: model Despres & Chauval (dengan istilah groupware, virtual learning, dll), dan  model Snowden (provide insfrastructure support).
·         Dimana; adalah acuan tentang ruang atau tempat dimana dinamika interaksi atau aktifitas perolehan dan penciptaan pengetahuan terjadi. Hampir semua model menjelaskan level ruang sosial dimana aktifitas terjadi, yaitu level individu, kelompok, organisasi dan lintas organisasi. Model yang menjelaskan ruang atau tempat dimana interaksi pengetahuan terjadi adalah model Nonaka-Konno (Model SECI yang diadaptasi, 1998) yang mengistilahkannya dengan Ba (originating Ba, Interacting Ba, Cyber Ba, dan Exercising Ba). Mengenai ruang ini, secara implisit semua model menjelaskan bahwa interaksi pengetahuan dapat terjadi secara face-to-face, real time (synchronous), maupun tidak real time (asynchronous) melalui dunia maya (cyber world).

Cara Organisasi Belajar Lebih Cepat


Satu-satunya cara bagi suatu organisasi memperoleh dan membuat organisasi “sustain” dalam era kompetitif adalah memastikan bahwa organisasi tersebut belajar lebih cepat dibandingkan dengan para kompetotornya. Asumsi inilah yang mendasari Bob Guns dan Kristin Anundsen membuat buku dengan judul: “The Faster Learning Organization: Gain and Sustain the Competitive Advantage”.

Buku ini terbagi kedalam delapan (8) Bab yang membahas mulai dari apa, mengapa dan bagaimana membuat organisasi belajar lebih cepat. Bab 1 membahas tentang apa dan mengapa pentingnya suatu organisasi belajar lebih cepat. Bab 2 membahas bagaimana organisasi belajar. 
Tapi Guns dan Anundsen menekankan pada perbedaan organisasi belajar dan organisasi yang belajar lebih cepat (faster learning organization). Bab 3 membahas tentang bagaimana memulai membuat organisasi belajar lebih cepat yang lebih menekankan pada peran “leadership”. 
Bab 4 membahas tentang berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk membuat suatu organisasi belajar lebih cepat. Bab 5 merupakan kelanjutan dari bab 4, yaitu membahas tentang jika beberapa strategi telah ddicoba diterapkan maka langkah berikutnya adalah bagaiman agar strategi-strategi tersebut ter-institusionalisasi atau melembagi (transforming) dan dapat berjalan dengan baik dalam organisasi. Bab 6 membahas cara mempercepat belajar lebih cepat pada organisasi. Bab 7 membahas tentang berbagai keterampilan yang diperlukan agar organisasi tetap belajar lebih cepat baik keterampilan-keterampilan pada level eksekutif, pemimpin/manager, anggota team dan individu. Terakhir, Bab 8, Guns dan Anundsen menutupnya dengan cara untuk memelihara dan mempertahankan keberhasilan penerapan strategi organisasi yang mampu belajar lebih cepat.
Melalui makalah ini penulis mencoba membedah buku ini dengan cara menuangkan inti dari bab per bab bahasan yang ada dalam buku ini. Mudah-mudahan dapat memberikan gambaran yang utuh tentang konsep faster learning organization ini.

Apa Pun Kondisinya, Rehabilitasi Sekolah Harus Selesai!


Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto mengatakan, kementerian menyelesaikan rehabilitasi sekolah rusak yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2011. Meskipun, hingga saat ini, Kementerian Keuangan belum memutuskan apakah sisa APBN-P tersebut harus dikembalikan ke kas negara atau tidak.
Ia mengungkapkan, apa pun keputusan Kemkeu, Kemdikbud tidak akan menghentikan proses rehabilitasi sekolah yang masih berjalan.

Enggak mungkin dihentikan. Wong sudah berbentuk bahan bangunan. Menurut kami, nampaknya akan selesai total pada akhir Februari 2012, kata Suyanto, Selasa (3/1/2011), di Gedung Kemdikbud, Jakarta.
Suyanto menjelaskan, Kemdikbud telah menyampaikan surat kepada Kemkeu. Akan tetapi, hingga saat ini, Kemkeu belum memberikan respons atas surat tersebut. Sementara itu, kata dia, proses rehabilitasi di lapangan masih terus berlanjut. Suyanto mengatakan, di beberapa daerah, proses rehabilitasi berjalan cukup baik.
Belum ada keputusan dari Kemkeu. Pokoknya kita tidak mungkin meminta sekolah untuk mengembalikan anggaran. Logikanya juga gimana, anggaran turun Oktober kok disuruh selesai Desember, ungkapnya.
Ia memaparkan, Kemdikbud akan menyelesaikan pembangunan 8000 unit ruang kelas baru melalui dana dari APBN-P 2011. Saat ini, proses rehabilitasi masih berjalan bertahap. Ada yang telah selesai 100 persen, 80 persen, dan 50 persen.
Selanjutnya, kloter kedua dari APBN 2012 akan kami rehab sekitar 143 ribu ruang kelas. Ini hanya masalah waktu, ujarnya.
Seperti diberitakan, beberapa bulan lalu Kemdikbud mendapatkan APBN-P sebesar Rp 11,76. APBN-P 2011 diarahkan untuk menambah jumlah beasiswa bagi 2,93 juta siswa dengan anggaran sebesar Rp 946,5 miliar, dan menambah 6000 ruang kelas baru (RKB) dengan anggaran sebesar Rp 1,77 triliun.
APBN-P 2011 juga ditujukan untuk mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 dan RKP tahun 2011 sekaligus melaksanakan arahan presiden untuk merespon berbagai keluhan masyarakat. Seperti, pemberian beasiswa dan peningkatan daya tampung, pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM), gerakan nasional PAUD, intervensi peningkatan mutu hasil proses belajar mengajar, peningkatan daya tampung dan daya saing pendidikan tinggi.
Selain itu, APBN-P 2011 juga ditujukan untuk percontohan percepatan pembangunan pendidikan di daerah tertinggal, mendorong percepatan pembangunan pendidikan di daerah nelayan miskin (Klaster 4), melanjutkan rekonstruksi sarana pendidikan di daerah bencana yang belum tuntas…………

Seluruh RSBI Belum Layak Jadi SBI


Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto mengakui, seluruh Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang ada saat ini, belum layak untuk ditingkatkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Namun, jelasnya, gradasi ketidaklayakan masing-masing sekolah dengan status RSBI berbeda-beda. Ia menyebutkan, ada yang belum layak secara keseluruhan, ada juga yang belum layak dari sisi komposisi dan kompetensi guru, atau pun kurikulum.
Kelemahan utama ada di sumber daya gurunya. Semangat pemerintah, guru RSBI itu harus S-2. Tetapi, banyak yang belum memenuhi standar itu maka harus terus didukung
Kelemahan utama ada di sumber daya gurunya. Semangat pemerintah, guru RSBI itu harus S-2. Tetapi, banyak yang belum memenuhi standar itu maka harus terus didukung, kata Suyanto, Selasa (3/1/2011), di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Di tengah menguatnya kritik dan desakan untuk menghapuskan keberadaan RSBI, Suyanti mengatakan, Kemdikbud saat ini menahan diri untuk tidak membuka RSBI baru. Seluruh RSBI yang sudah ada akan diperbaiki kurikulum, program, dan prosesnya.
Termasuk membenahi proses rekrutmen, dan manajemennya sehingga sesuai dengan permintaan masyarakat, ujarnya.
Konsekuensi selanjutnya, proses peningkatan dari RSBI menjadi SBI akan dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Kami menginginkan SBI yang hebat dan benar-benar jelas. Maka dari itu, sekarang ini sifatnya rintisan menuju SBI, kata Suyanto.
Pekan lalu, Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi untuk memohonkan judicial review atas Pasal 50 Ayat 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) kepada MK dengan harapan majelis hakim MK mangabulkan permohonan pembatalan Pasal 50 Ayat 3 UU Sisdiknas.
Penyelenggaraan RSBI didasari pada Pasal 50 Ayat 3 UU No 20/2003 tentang Sisdiknas. Pasal tersebut berbunyi, Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Guna mendukung pemenuhan pasal tersebut, pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan, seperti PP No 17/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan serta Permendiknas No 78/2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional yang dinilai menjadi dasar penyelenggara RSBI untuk memungut bayaran yang tinggi kepada warga negara……………..

Prestasi Non-akademik Kurang Dihargai


Sekolah belum punya tradisi mengakui, menghargai, dan mengembangkan bakat non-akademik siswa. Bahkan, sekolah kerap tak mendukung prestasi itu, seperti bidang kesenian dan olahraga. Oleh karena itu, sekolah didesak mengubah pola pikir, terutama sekolah negeri yang dinilai kurang memiliki model kepemimpinan yang baik.

”Sekolah negeri terlalu kaku memahami aturan. Sifatnya seperti manager yang hanya bisa patuh aturan sehingga tak ada terobosan baru dan keberanian mengambil risiko,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto seusai menemui siswa berprestasi bidang catur di Jakarta, Selasa (3/1).

Menurut Suyanto, bakat siswa dalam bidang non-akademik juga penting. Bahkan, masih banyak ditemui kasus siswa berprestasi non-akademik yang sulit memperoleh izin dari sekolah ketika akan mengikuti ajang-ajang nasional dan internasional.

”Banyak guru dan kepala sekolah yang tidak ramah untuk urusan izin. Perlu pendekatan khusus. Pembinanya harus pintar meyakinkan sekolah,” katanya.

Ketua Komisi Catur Sekolah Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Hendry Jamal, yang menjadi pembina siswa berprestasi bidang catur, berharap pemerintah memberi perhatian sama dengan siswa berprestasi bidang akademik. Banyak siswa mengeluh kerap disuruh memilih sekolah atau catur oleh pihak sekolah.

”Ada juga kasus siswa yang tidak diberi rapor oleh sekolahnya karena tidak punya nilai. Siswa itu harus sering izin karena ikut turnamen catur di dalam dan luar negeri. Sekolah sering susah beri izin, padahal sudah dilampiri surat dari pemerintah daerah,” kata Hendry.

Kemdikbud Akui RSBI Ciptakan Kasta
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Suyanto tak menampik kritikan keras berbagai pihak yang menilai bahwa keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) menciptakan kastanisasi di dunia pendidikan. Kritikan ini dilayangkan karena mahalnya biaya masuk sekolah berlabel RSBI, yang hanya mampu dijangkau kalangan mampu.

Namun, menurut Suyanto, kasta yang diciptakan RSBI adalah kasta dari sisi akademik. Hidup kan memang ada kastanya. Di perusahaan kan juga ada kasta, katanya, Selasa (3/1/2011), di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Ia menilai, kontroversi yang mewarnai keberadaan RSBI selama ini hanya menyoroti RSBI dari sisi biaya pendidikan yang mahal. Padahal, menurut dia, tidak seluruh RSBI berbiaya mahal. Biaya tinggi, kata Suyanto, hanya terjadi di RSBI yang ada di wilayah DKI Jakarta. Dalam pantauannya, sejumlah daerah seperti Surabaya, Nunukan, dan Sulawesi Selatan memiliki peraturan daerah (Perda) yang mengatur RSBI sehingga terjangkau untuk semua kalangan.

Yang miskin diakomodasi di RSBI 20 persen. Tak salah punya sekolah yang bersifat center of excellent, kata Suyanto.

Dengan semakin menguatnya kritik terhadap RSBI, pemerintah saat ini menahan diri untuk tidak membuka atau memberikan status RSBI baru kepada sekolah-sekolah. Tak hanya itu, peningkatan status RSBI menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) juga dilakukan secara cermat dan hati-hati.

Bahkan, Suyanto mengakui, dari RSBI yang ada saat ini, belum ada yang layak ditingkatkan statusnya menjadi SBI. Kelemahan utama ada di sumber daya gurunya. Semangat pemerintah, guru RSBI itu harus S-2. Tetapi, banyak yang belum memenuhi standar itu maka harus terus didukung, kata Suyanto……

Harus Cepat Revisi Konsep RSBI


Konsep rintisan sekolah bertaraf internasional harus segera direvisi. Langkah ini harus dilakukan setelah pemerintah melakukan evaluasi, ternyata dari 1.305 RSBI, tak satu pun yang layak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional.
”Keinginannya bagus, untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Namun, konsep RSBI mungkin keliru karena ternyata lebih banyak sisi negatifnya,” kata Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur Zainuddin Maliki di Surabaya, Kamis (5/1).

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto menyatakan, 1.305 sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) belum layak jadi sekolah bertaraf internasional (SBI), antara lain, karena kualitas pengajarnya belum memenuhi syarat.
Penyelenggaraan RSBI didasarkan pada Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang itu dinyatakan, ”Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
Sebagai tindak lanjut dari undang-undang itu, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional. Aturan ini menjadi dasar hukum penyelenggara RSBI.
Kewenangan sekolah RSBI untuk memungut biaya dari orangtua siswa juga menjadi pendorong sekolah-sekolah negeri untuk berubah status menjadi RSBI. Padahal, pemerintah sudah mengucurkan dana ratusan juta rupiah per tahun untuk RSBI.
Sekadar bahasa Inggris
Menurut Zainuddin, RSBI juga dipahami penyelenggara pendidikan dengan menyampaikan materi pelajaran berbahasa Inggris untuk mata pelajaran tertentu. Karena guru kurang fasih berbahasa Inggris, akhirnya sekolah merekrut tenaga yang bisa berbahasa Inggris baik walaupun bukan guru. ”Akibatnya, materi pelajaran tidak bisa diterima dengan baik oleh siswa,” kata Zainuddin.
Di tempat terpisah, anggota Komisi E DPRD Jatim, Kuswiyanto, mengatakan, selama ini RSBI di Jatim menjadi semacam gengsi daerah. ”Dampak sosialnya tak pernah dipertimbangkan,” kata Kuswiyanto.
Memang, 20 persen kursi RSBI dialokasikan untuk siswa miskin. Namun, sejumlah RSBI kenyataannya kesulitan mencari siswa miskin. Di sisi lain, harus dipertimbangkan sisi sosial siswa miskin di tengah mayoritas siswa kaya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, RSBI menimbulkan ketidakadilan di masyarakat karena bantuan pemerintah yang cukup besar diberikan untuk sekolah-sekolah RSBI. Padahal, sekolah itu pun diperbolehkan memungut dana dari masyarakat. Karena itu, PGRI akan mengusulkan amandemen Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, terutama yang menyangkut RSBI……….. 

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Fisika Bermuatan Nilai serta Implikasinya terhadap Prestasi dan Sikap Belajar Siswa


(Pengalaman Praktek Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Actions Research) di MAN Majalaya Kabupaten Bandung 
Oleh Dadan Ramdhan 
Ilmuwan yang berkutat dengan teori bukanlah orang yang patut menjadi sumber pengetahuan, karena Alam ini sungguh tak ramah padanya dan sering sinis atas karya-karyanya. Alam tak pernah bilang “ya” untuk sebuah teori, paling banter ia berkata “mungkin” dan paling sering adalah menjawab “tidak”. (Albert Einstein, 1905) 

Berangkat dari pengalaman melakukan proses pembelajaran fisika di MAN Majalaya pada tahun 2004, kemudian muncul gagasan praktis melakukan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang berjudul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Fisika Bemuatan Nilai (Imtaq) serta Implikasinya Terhadap Prestasi dan Sikap Belajar Siswa”. Penelitian ini dilakukan di kelas 2 MAN Majalaya pada Pokok Bahasan Tata Surya dan Jagat Raya. 
Menemukenali Masalah Pembelajaran di Kelas 
Setelah melakukan proses perenungan (refleksi) dan kaji ulang (evaluasi) selama melakukan proses pembelajaran fisika di MAN Majalaya, ternyata proses pembelajaran fisika yang diterapkan di kelas 2 MAN Majalaya belum membawa perubahan yang positif bagi kualitas pembelajaran siswa (kelas 2-3 dan 2-4). Dari evaluasi dan perenungan, muncul berbagai temuan berupa daftar permasalahan-permasalahan pembelajaran di kelas. 
Perenungan yang dilakukan kemudian ditindaklajuti oleh survey kecil dengan teknik wawancara dan penyebaran angket sederhana dengan tujuan untuk melihat respon siswa terhadap proses pembelajaran fisika yang dilakukan selama ini. Permasalahan yang ditemukan atau teridentifikasi diantaranya: 
– Fakta nilai akademik dari test yang dilakukan rata-rata bernilai 5,54 (rendah) walaupun sebagian kecil siswa memiliki nilai diatas 6,00. fakta ini menunjukan l prestasi belajar bidang fisika di kelas 2-3 dan 2-4 di MAN Majalaya kurang memuaskan (rendah). 
– Survey menunjukan sekitar 75% siswa di kelas menilai pembelajaran yang dilakukan menjenuhkan, fisika menyulitkan, tidak bersemangat, tidak menyenangkan tidak termotivasi, dan tidak memperoleh makna (nilai) keyakinan atau atau tidak ada nilai tambah lainnnya. 
Berangkat dari kenyataan di atas, dapat diperoleh simpulan, bahwa kualitas pembelajaran di kelas masih rendah, disebabkan oleh penerapan pembelajaran fisika menggunakan pendekatan klasik, tidak adaptif, dan menjenuhkan yang dilakukan oleh guru fisika di kelas. 
Setelah mendapatkan kesimpulan seperti yang dikemukan di atas, kemudian diambil sikap dan mencoba menyusun gagasan praktis untuk memperbaiki dan memecahkan permasalahan yang terjadi di ke kelas, berbekal pengetahuan mengenai konsepsi penelitian tindakan kelas (classroom action research), Kajian Al Qur’an (terjamahan) dan sarana yang dimiliki oleh pribadi (CD Harun Yahya, dan sekolah, kemudian diambil sikap untuk melakukan sebuah penelitian kecil sekaligus tindakan praktis pemecahan masalah pembejaran fisika dengan menerapkan pendekatan lain yang berbeda dan disesusaikan dengan lingkungan sosial sekolah. 
Kemudian setelah ada gagasan, selanjutnya di diskusikan dengan guru dan pimpinan sekolah, setelah mendapat respon positif guru dan pimpinan sekolah. Konsepsi penelitian yang dilakukan adalah pendekatan pembelajaran fisika bermuatan nilai serta implikasinya terhadap prestasi dan belajar siswa. Konsepsi ini memadukan antara materi fisika dengan informasi-informasi Al Qur’an yang relevan dengan materi dan diperkuat oleh dokumentasi film documenter Harun Yahya. 
Kemudian, dilakukanlah proses penelitian seperti kebiasaan belajar namun pendekatannya yang berbeda. Jadi, penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari proses pembelajaran biasa yang dilakukan di kelas, tidak menambah waktu pembelajaran tertentu. 
Proses Penelitian Tindakan Kelas (PTK) 
Siklus I (kesatu) 
Tahap Perencanaan 
Pada siklus pertama, tahap perencanaan dimulai dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berisikan tujuan, indikator pencapaian belajar, menyiapkan bahan-bahan Ajar, Instrumen wawancara, instrumen angket dan peralatan yang mendukung seperti TV, Al Qur’an dan Alat Evaluasi. Materi fisika yang dibahas adalah mengenai Tata Surya dan Jagat raya. Proses penelitian dilakukan di dua kelas. 
Tahap Pelaksanaan 
Tindakan pertama, diorientasikan pada upaya meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan keyakinan,pendekatan pembejaran umum dimuati dengan informasi yang di jelaskan dalam Al Qur;an bahwa mempelajari fisika tata surya memiliki dan Jagat Raya memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat yang ada dalam Al Qur’an (seperti Surat Al Qadr, AL Jalzalah, Surat Ad Dhukhan dll). Kemudian di akhir Pembelajaran dilakukan evaluasi bersama melalui proses tanya jawab, wawancara dan evaluasi kecil mengenai materi yang disampiakan 
Refleksi Tindakan I : 
Dari wawancara atau yang dilakukan diperoleh temuan-temuan yaitu ; 
– Pendekatan pembelajaran yang dilakukan menambah motivasi siswa untuk belajar fisika 
– Pendekatan yang dilakukan menambah wawasan, pengetahuan, nilai keyakinan materi fisika memiliki hubungan dengan Al Qur’an 
– Ketika Proses evaluasi diperoleh nilai akademik fisika yang relatif bertambah. 
Siklus II (Kedua) 
Tahap Perencanaan 
Pada siklus kedua, Perencanaan lebih difokuskan pada aspek sikap dan respon terhadap ketertarikan mengikuti pembelajaran, aspek sikap terhadap penghayatan nilai-nilai ketuhanan, dan aspek pada proses penyampaian materi. 
Perencanaan seperti biasa namun pendekatan pembejalaran umum di perkuat dengan pemutaran Film dokumenter Harun Yahya tentang proses Asal Mula Jagat Raya yang dimuati juga dengan informasi Al Qur’an. Perencanaan ini dilakukan untuk lebih memotivasi siswa untuk belajar, berdiskusi dan mengetahui simulasi proses penciptaan jagat raya. 
Tahap Pelaksanaan 
Pada siklus kedua, melakukan pemutaran film documenter proses penciptaan jagat raya, dilanjutkan dengan pemberian materi tambahan, kemudian siswa diajak untuk berdiskusi setelah pemutaran film dilakukan. Kemudian dilakukan test /evaluasi dari dua materi yang dilakukan dari siklus 1 dan 2 
Refleksi Tindakan kedua : 
Dari siklus kedua ini diperoleh simpulan; 
– Pembelajaran dengan menggunakan metode ini lebih menyenangkan dan tidak monoton, 
– Pada aspek ketertarikan mengikuti materi pembelajaran jagat raya meningkat (90% setuju) 
– Pada aspek penghayatan terhadap kebermaknaan materi dan nilai-nilai ketuhanan bertambah (95% siswa merespon positif) 
– Pada aspek penerimaan penyampaian materi sekitar 97 % menyakan sangat merespon positif 
– Kemudian evaluasi akademik menunjukan penambahan kuantitas nilai akademik dari rata-rata 5,54 menjadi 6,01. 
Hambatan Melakukan PTK 
Berangkat dari pengalaman yang dialami, ada beberapa hal yang menjadi hambatan-hambatan dalam melakukan PTK diantaranya 
– Rendahnya kesadaran dan minat melakukan penelitian karena membutuhkan penguasaan kapasitas penelitian dan sumber daya dukungan. Padahal, PTK bisa dilakukan dengan metode dan prosedur yang sangat sederhana. 
– Kadangkala kita belum memiliki kesadaran untuk mau berdiskusi, mau dikritik, bertanya pada siswa mengenai metode pembejaran yang dilakukan, seolah-olah kita sudah benar dan menjalankan fungsi guru/pengajar sebagaimana mestinya. 
– Permasalahan rendahnya kualitas siswa (kognitif, apektif dan psikomotorik) kadang diletakan pada siswa/subjek didik. Padahal, posisi dan peran guru sangat menentukan keberhasilan subjek didik 
– Keterbatasan sarana (pendukung) di sekolah bisa berdampak pada menurunnya minat untuk melakukan penelitian tindakan kelas di kelas 
– Masih rendahnya dukungan Kebijakan pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) 
– Masih rendahnya dukungan lembaga-lembaga pengelola pendidikan (depdiknas dan Depag, pimpinan sekolah) untuk meningkatkan kapasitas tenaga kependidikan, khususnya dukungan melakukan aksi-aksi penelitian bagi guru/pengajar.
Judul: Penerapan Pendekatan Pembelajaran Fisika Bermuatan Nilai
Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian KURIKULUM / CURRICULUM.
Nama & E-mail (Penulis): Dadan Ramdhan
Saya Guru di MA Sukasari
Topik: Praktek Penelitian Tindakan kelas

Tanggal: 12 November 2008

Karakteristik learning Object


Suatu unit terkecil materi belajar (learning content) yang independent dan berdiri sendiri yang sengaja dikembangkan atau dibuat untuk dapat digunakan dalam berbagai konteks pembelajaran. (ini definisi saya daptasi dari definisi Polsani, 2003)
Berikut Ini adalah karakteristik learning object:

  1. Digital and Web Based; artinya materi belajar kecil, independent dan berdiri sendiri tersebut dikemas dalam bentuk digital dan disebarluaskan melalui media world wide web. yang dapat digunakan dalam berbagai konteks pembelajaran.
  2. Reusable; artinya materi belajar kecil, independent dan berdiri sendiri tersebut dapat digunakan dalam berbagai konteks pembelajaran, untuk tujuan yang berbeda maupun dalam waktu yang berbeda.
  3. self-contained; artinya materi belajar tersebut kecil, khusus, spesifik, membahas satu tujuan pembelajaran. pendek kata, saya mengistilahkannya dengan “sempit, tapi dalam”.
  4. small in size; artinya materi belajar tersebut merupakan penggalan2 materi yang kecil (bite sized) berkisar antara 2 menit sampai maksimum 15 menitan, lah. Ibarat makanan, kita memberikannya kepada anak satu suap-satu suap, ga harus “meleg-meleg” satu piring sekaligus.
  5. searchable; artinya materi belajar tersebut dapat terindeks dengan baik dan dapat dicari melalui mesin pencari (search engine). Oleh karena itu, meta data berdasarkan judul, pengarang, topik atau keyword lain harus dipikirkan dan dimasukan dengan baik ketika learning object tersebut diungah ke dunia maya.
  6. flexible; artinya materi belajar tersebut luwes, mudah diupdate, mudah digunakan untuk konteks berbeda, juga mudah diperoleh (diakses) secara luas sebagai sumber belajar yang bermutu.
  7. learner-centered; artinya materi belajar tersebut berpusat pada siswa, memihak pada siswa, lebih interaktif, mudah digunakan. user tidak hanya membaca atau menonton learning object tapi seolah ikut berinteraksi aktif (simulatif).
  8. cost-effective; artinya materi belajar tersebut tidak duplikasi, tidak mengulang yang sudah ada. menghindari “redudancy” atau mubazir.
  9. Aggregate; arinya, jika kumpulan materi belajar kecil-kecil tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan sedemikian rupa akan menjadi sekumpulan modul learning object dalam lingkup yang lebih luas, untuk satu topik tertentu, mata pelajaran tertentu atau mata kuliah tertentu.

LEARNING OBJECT


Pertama, learning object, memang istilah baru. Tapi, pada dasarnya bukan barang baru. Kalau boleh saya katakan, learning obyek sama dengan bahan ajar, yang merupakan istilah yang sudah kita kenal dari jaman “baheula’ sampai sekarang. Hanya saja, dalam konteks ini learning objek adalah bahan ajar yang relatif lebih spesifik, fokus dan memberikan penjelasan tentang satu konsep tunggal dari materi yang akan diajarkan. Dari istilahnya saja, kalau kita artikan secara harfiah sama dengan “obyek ajar” atau “obyek belajar”. Kata obyek disini mengandung makna sebagai penggalan materi ajar yang kecil (chunk). Kedua, sebagian besar ahli menyatakan bahwa learning object, alias obyek ajar yang spesifik,

fokus dan memberikan penjelasan tentang suatu konsep tunggal dari materi yang diajarkan tersebut dikemas dalam bentuk digital. Walapun, ada beberapa ahli yang mengatakan bahwa learning object termasuk didalamnya entitas digital maupun non-digital. Contoh satu penggalan animasi tentang konsep metamorfosis kupu-kupu, dapat dikatakan sebagai learning object yang dikemas secara digital. Gambar proses metamorfosis kupu-kupu, juga dapat dikatakan sebagai satu learning object walaupun dikemas dalam kertas karton menjadi satu poster (non-digital). Tapi, dalam era informasi saat ini, gambar/diagram proses metamorfosis kupu-kupu tersebut dapat dikonversi menjadi bentuk digital. Sehingga, saya sependapat dengan sebagian besar pakar, yang mengatakan bahwa learning object adalah entitas digital. Karena memang, learning object dewasa ini, merupakan sebutan untuk materi ajar atau obyek ajar yang digunakan untuk pembelajaran dalam lingkungan e-learning (e-learning environment). Begitu, kawan. Setuju? Anda boleh tidak sepakat dengan saya, koq!

Kalau kita lihat dari sisi definisi beberapa pakar, saya sepakat dengan definisi Wiley (2003) dan the British Inter-Universty Learning Object Center (2008) seperti berikut:
Ide utama learning object adalah untuk memecah materi ajar menjadi penggalan2 materi kecil yang dapat digunakan dalam berbagai lingkungan belajar dalam semangat pemrograman berorientasi obyek
(Wiley, 2003)
Penggalan kecil materi ajar e-learning interaktif berbasis web yang dirancang untuk menjelaskan satu tujuan pembelajaran tunggal
(Universty Learning Object Center (2008))
Jadi, learning object dapat dikatakan sebagai satuan terkecil materi ajar atau obyek ajar. Kalau kita analogikan seperti ini bagaimana? mungkin mudah dipahami. Unit terkecil suatu zat adalah atom, bukan? Nah, dalam atom terdapat tiga unsur, yaitu elektron, proton dan neutron. Analogi serupa kita ajukan untuk learning object. Satuan materi atau obyek ajar terkecil apa? Maka kita jawab, “learning object”, dimana didalamnya terdiri dari unsur tujuan tunggal (single objective), materi (content) dan latihan (assesment). Bgeitu, kira-kira. Walaupun tidak semua ahli mengatakan harus mengandung tiga unsur tersebut. Artinya, tanpa adanya latihan, praktek atau tes, dapat dikatakan learning object.
Kalau begitu, seperti apakah struktur learning object dalam suatu course, mata kuliah, mata diklat, atau mata pelajaran? Saya menggambarkannya sebagai berikut:
Hirarkinya seperti ini. Dalam suatu mata kuliah, akan terdiri dari beberapa topik/materi. Dalam setiap materi akan terdiri dari sub topik. Dalam sub topik akan terdiri dari beberapa konsep yang dijadikan sebagai penggalan-penggalan obyek ajar. inilah yang kita maksud dengan learning object. Mengacu pada diagram di atas, maka learning object terdiri dari dua unsur, yaitu: obyek informasi dan media mentah (raw media). Obyek informasi terdiri dari dua, yaitu learning point (konsep inti, dalam bahasa saya) dimana dalam setiap konsep inti ini akan terdiri dari beberapa obyek informasi. Setiap obyek informasi direpresentasikan oleh raw media, dalam bentuk teks, gambar, grafis, audio, video, animasi, simulasi atau kombinasi dari berbagai format media tersebut.
Kembali kepada contoh animasi metamorfosis kupu-kupu sebagai learning object yang diceritakan sebelumnya. Mana yang termasuk dalam learning point? Mana yang termasuk dalam knowledge object? dan mana yang termasuk dalam raw media? Kita asumsikan learning object tersebut dikemas dalam bentuk animasi dalam bentuk shockwave file (swf). Untuk lebih jelasnya, coba Anda klick contoh learning object metamorfosis berikut: lifecycle of butterfly.
Coba Anda klick pada menu lifecycle of butterfly. Disitu akan terlihat bahwa learning object tersebut terdiri dari empat learning point (konsep inti), yaitu telur/larva, ulat, kepompong dan kupu-kupu. Betul, tak? setiap learning point tersebut direprsentasikan oleh beberapa raw media. Dalam hal ini, telur direpresentasikan oleh gambar telur kupu-kupu bergerak plus tulisan egg (kombinasi antara teks dan gambar bergerak). Ulat, kepompong dan kupu-kupu dewasa juga direpresentasikan dengan raw media yang hampir serupa, yaitu kombinasi teks dan gambar bergerak (animasi sederhana). Tentu saja ini sederhana karena memang ditujukan untuk anak usia dini. bukan untuk anak SD, SMP apalagi SMA.

Macam-macam E-Learning


William Horton, pakar e-learning yang terkenal, berjudul “technology and tools for e-Learning”. Tahukah kawan ragam jenis e-learning? Nah, alangkah baiknya kita lihat klasifikasi e-learning menurut Mbah Will. Gimana?

Pertama, yang perlu kita ingat adalah bahwa menurut William Horton (2003), yang dimaksud dengan e-learning adalah segala pemanfaatan atau penggunaan teknologi internet dan web untuk menciptakan pengalaman belajar. Cool, definisi yang kereeeen, menekankan pada fungsi learning ketimbang peran “e” didalamnya. Ragam jenis e-learning, Ia bedakan menjadi lima kategori, yaitu: learner-led e-learning, facilitated e-learning, instructor-led e-learning, embedded e-learning, dan telementoring dan e-coaching. Mari kita lihat lebih dekat atu persatu.

Learner-led e-Learning

Kategori ini dikenal pula dengan istilah self-directed e-learning. Yaitu, e-learning yang dirancang untuk memungkinkan pemelajar belajar secara mandiri. Itulah sebabnya disebut dengan learner-led e-learning. Tujuannya adalah untuk menyampaikan pembelajaran bagi para pemelajar mandiri (independent learner). Begitu katanya. Mbah Will juga menyampaikan bahwa learner-led e-Learning berbeda dengan computer-based training yang sama-sama didedikasikan untuk belajar mandiri. Bedanya, dalam computer-based training, pemelajar mempelajari materi tanpa melalui jaringan internet atau web, tapi via komputer, seperti melalui CD-ROM atau DVD. Nah, dalam learner-led e-learning, semua materi (seperti multimedia presentation, html, dan media interaktif lain) dikemas dan dideliver via jaringan internet/web.

Instructor-led e-Learning

Tentu saja, jenis yang atu ini merupakan kebalikan dari learner-led e-learning, yaitu penggunaan teknologi internet/web untuk menyampaikan pembelajaran seperti pada kelas konvensional. Pendek kata, kelas pindah ke web. Begitu kira-kira. Konsekuensinya, memerlukan teknologi pembelajaran sinkronous (real time) seperti konferensi video, audio, chatting, bulletin board dan sodara sejenisnya.

Facilitated e-Learning

Kategori ini, merupakan kombinasi dari learner-lead dan instructor-led e-learning. Jadi, bahan belajar mandiri dalam beragam bentuk disampaikan via website (seperti audio, animasi, video, teks, dalam berbagai format tertentu) dan komunikasi interaktif dan kolaboratif juga dilakukan via website (seperti forum diskusi, konferensi pada waktu-waktu tertentu, chatting, dll).

Embedded e-Learning

Kategori ini agak berbeda. Embedded e-Learning memberikan upaya agar terjadi semacam just-in time training. Mbah Will menjelaskan sama dengan electronic performance support system. Kategori e-learning ini dirancang untuk dapat memberikan bantuan segera, ketika seseorang ingin menguasai keterampilan, pengetahuan atau lainnya sesesegera mungkin saat itu juga dengan bantuan aplikasi program yang ditanam diwebsite. Saya berikan ilustrasi, kalau gitu. Sebuah rumah sakit, mengembangkan aplikasi berbasis web, yang memungkinkan seorang dokter memperoleh informasi tentang suatu gejala dan kemungkinan penyebab serta alternatif pengobatan yang tepat ketika ia sedang mendiagnosa pasien di kamar periksa. Tentu saja di kamar periksa disediakan workstation (komputer) yang terhubung dengan aplikasi berbasis web tersebut. Semacam job aids yang dideliver via web. Mungkin begitu, maksudnya.

Telementoring dan e-Coaching

Kategori ini adalah pemanfaatan teknologi internet dan web untuk memberikan bimbingan dan pelatihan jarak jauh. Dalam konteks ini, tool seperti telekonferensi (video, audio, komputer), chatting, instant messaging, atau telepon dipergunakan untuk memandu dan membimbing perkembangan  peserta belajar (pemelajar) dalam menguasai pengetahuan, keterampilan atau sikap yang harus dikuasainya. Sama halnya dengan embedded e-learning, kategori ini, lebih banyak diaplikasikan di industri atau perusahaan-perusahaan besar di era global ini.

Demikian, kupasan tentang ragam jenis e-Lerning menurut Mbah Will. Mudah-mudahan bermanfaat.

SELAMAT BERDJOEANG!

Sumber:

William Horton and Katherine Horton (2003), E-learning Tools and Technologies: A consumer’s guide for trainers, teachers, educators, and instructional designers, (USA: Wiley Publishing, Inc.), pp. 12 – 24.

Guru Harus Kuasai Teknologi Pendidikan


Dalam diskusi pendidikan bertajuk ‘Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Inovasi Teknologi Pendidikan’, yang digelar di gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Rabu (21/3), terungkap bahwa gagalnya pendidikan di daerah, khususnya prestasi dalam Ujian Nasional (UN), disebabkan oleh kurangnya pemahaman guru terhadap teknologi pendidikan. Kondisi ini mengakibatkan metode pembelajaran yang monoton, tidak kreatif konvensional dan cenderung membut siswa ngantuk.


Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU, KH Marsudi Suud, mengatakan inovasi teknologi pendidika, mutlak dikuasai para pendidik. Karena sangat memengaruhi kualitas pendidikan yang akan dihasilkan. 

Gagalnya peningkatan mutu pendidikan di daerah, khususnya UN dikarenakan kurangnya pemahaman guru pada teknologi pendidikan. Akhirnya, melahirkan metode pembelajaran yg monoton, tidak kreatif konvensional, dan ngantuk. “Sementara dalam sejarah Rasul sebagai the living legend of education (legenda hidup pendidikan) banyak diajarkan tentang bagaimana menciptakan pembelajaran yang baik,” ujar Suud.

Menurutnya, minimnya akses dan penguasaan teknologi pendidikan ini, telah menyebabkan hasil pendidikan di daerah ini tidak merata. “Indikasinya dapat dilihat dari hasil UN, di mana masih terjadi kesenjangan antara daerah yang akses teknologinya mudah dengan daerah di pelosok,” lanjutnya.

Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Maarif Pusat Masduki Baidowi menambahkan, kondisi pendidikan seperti inilah yang membuatnya kurang sepakat jika UN menjadi penentu kelulusan. Alasannya, kualitas pendidikan yang belum merata.

PENGERTIAN TES


Tes adalah pengukuran terencana yang dipakai guru untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi para siswanya untuk memperlihatkan prestasi mereka dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan (James S Cangelosi, 1995 : 21)
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-nak lain atau standar yang ditetapkan (Wayan Nurkencana:25)

Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait (sifat) atau atribut pendidikan atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkat laku atau prestasi peserta didik.
Tes dapat diklasifikasi berdasarkan :
a.       Bagaimana ia diadministrasikan (tes individual atau kelompok)
b.      Bagaimana ia diskor (tes obyektif atau tes subyektif)
c.       Respon apa yang ditekankan (tes kecepatan atau tes kemampuan)
d.      Tipe respon yang bagaimana yang harus dikerjakan oleh subyek (tes unjuk kerja atau tes kertas dan pensil)
e.       Apa yang akan diukur (tes sampel atau tes sign)
f.       Hakekat dari kelompok yang akan diperbandingkan (tes buatan guru atau tes baku)

Komando samber nyawa


Produser: Gope T Samtani
Sutradara: Eddy G Bakker
Penulis: Imam Tantowi
Pemeran: Yenny Farida, Barry Prima, Harve F Dusart, Didier Hammel, Kaharuddin Syah
Warna: Warna
Bahasa: Indonesia

Sinopsis

Peleton Serma Hasyim dari Kompi Letnan Widodo adalah pasukan yang terdiri dari orang-orang pemberani. Untuk menggantikan anak buah Sersan Hasyim yang gugur, maka didatangkan Kopral Abimanyu. Abimanyu suka berpakaian perlente, tidak banyak bicara dan tidak disukai Serma Hasyim. Hasyim mengira Abimanyu cuma pandai bersolek dan tak mampu bertempur. Baca lebih lanjut

Tinker Tailor Soldier Spy


Di tahun 1970, Ketua Badan Intelejen Inggris MI6 terpaksa mengundurkan diri setelah gagal menjalankan misi rahasia di Budapest, Hungaria. Kegagalan tersebut terjadi karena dianggap ada penyusup yang menduduki jajaran tinggi di Badan Intelejen Inggris.

Sebelum terjadinya misi rahasia tersebut, Ketua Badan Intelejen Inggris sudah merasa curiga, kalau salah satu dari 4 agen rahasia seniornya yaitu Toby Esterhase (David Dencik), Percy Alleline (Toby Jones), Roy Bland (Ciaran Hinds), dan Bill Haydon (Colin Firth) adalah mata-mata dari Rusia. Baca lebih lanjut

Masalah – masalah apa yang anak-anak hadapi saat mereka memasuki sekolah ?


Pertimbangkan pendidikan Taman Kanak-kanak ( TK ) di salah satu dari ribuan sekolah di Amerka Serikat! Bagaimana pengalaman anak-anak di kelas? Kelas mereka mencerminkan secara luas dengan berbagai latar belakang etnis, agama, dan sosial ekonomi. Apakah anak-anak belajar struktur untuk menerima dan menghargai keragaman pada usia kritis untuk mengembangkan sikapnya seumur hidup? Kontak keragaman tanpa pemahaman dapat meningkatkan konflik. Apakah kelas mereka mencerminkan masyarakat yang lebih luas dalam pengertian ini juga ?

Di dalam kelas, pusat perawatan harian, rumah, dan lingkungan TK menemukan aturan dan hukum. Apakah mereka memahami alasan bagi lembaga-lembaga? Bisakah mereka membedakan antara otoritas yang sah dan kekuasaan yang masih mentah? Apakah mereka belajar untuk bertindak pembuat aturan serta penganut aturan dan melihat perlunya keterlibatan pribadi dalam proses demokrasi ?

Taman Kanak – kanak ( TK ) pada tahun 1988 akan lulus pada tahun 2001 sebagai warga negara yang hidup di dunia yang ditandai informasi dengan volume yang mengejutkan, berbagai nilai-nilai, dan saling ketergantungan antara negara – negara berkembang. Namun, anak tidak akan secara otomatis menjadi warga negara, dengan hak – hak, tanggung jawab dan pilihan barisan yang membingungkan sebelum mereka. Kemampuan untuk membuat keputusan pribadi dan sosial yang produktif tidak terjadi begitu ssaja. Mereka membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap study sosial yang diperkenalkan dulu dan dibangun di atas sepanjang waktu sekolah.