Pembelajaran bagi anak tunanetra adalah sebaiknya berpusat pada apa, bagaimana, dan dimana pembelajaran khusus yang sesuai dengan kebutuhan dengan kelainannya.
Pembelajaran khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa adalah tentang apa yang diajarkan, prinsip-prinsip tentang metode khusus yang ditawarkan dalam konteks bagaimana pembelajaran tersebut disediakan, dan yang terakhir adalah tempat pendidikan yang sesuai dengan anak dimana pembelajaran akan dilakukan.
• Pembelajaran dalam kurikulum inti yang diperluas
Terdapat dua set kebutuhan kurikulum untuk siswa tunanetra, yang pertama adalah kurikulum yang diperuntukkan untuk siswa pada umumnya dan yang kedua adalah kurikulum inti yang diperluas. Kurikulum inti yang diperluas ini misalnya terdapat keterampilan kompensatoris, keterampilan interaksi sosial, dan keterampilan pendidikan karier. Kelemahan kurikulum inti yang diperluas ini adalah terbatasnya waktu pengajaran.
• Mempergunakan prinsip-prinsip dan metode khusus
Anak tunanetra membutuhkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar khusus mereka. Lowenfeld mengemukakan tiga prinsip metode khusus untuk membantu mengatasi ketunanetraan, antara lain:
1. Membutuhkan pengalaman nyata
Guru perlu memberikan kesematan kepada siswa untuk mempelajari lingkungannya melalui ekslorasi perabaan tentang situasi dan benda-benda yang ada di sekitarnya dengan menggunakan indera-indera lainnya. Bagi siswa low vision aktivitas ini merupakan tambahan bagi eksplorasi visual yang dilakukan. Media yang digunakan adalah benda-benda nyata atau model.
2. Membutuhkan pengalaman menyatukan
Dengan menggunakan pembelajaran gabungan, guru akan mengajarkan menghubungkan mata pelajaran akademis dengan dengan pengalaman kehidupan nyata. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih mudah menyatukan hubungan antara konsep teori dengan praktek dalam kehiduan sehari-harinya.
3. Membutuhkan belajar sambil bekerja
Dengan memberikan kesempatan praktek terhadap siswa tunanetra, maka keterampilan siswa tunanetra dapat dikembangkan dengan lebih maksimal. Dalam kurikulum inti yang diperluas terdapat bidang seperti orientasi dan mobilitas, ini dapat dipelajari dengan lebih mudah oleh siswa tunanetra dengan pendekatan belajar sambil bekerja.
Ada beberapa hal yang dapat diberikan kepada siswa sehubungan dengan adanya kekurangan siswa dalam hal penglihatan (tunanetra). Kebutuhan-kebutuhan ini sangat membantu siswa tunanetra dalam menjalankan pendidikannya, antara lain:
a. Alat Pendidikan
1. Tunanetra (blind)
Alat pendidikan bagi tunanetra terdiri dari : Alat pendidikan khusus, alat Bantu peraga dan alat peraga.
a) Alat Pendidikan Khusus :
– Mesin tik Braille
– Printer Braille
b) Alat Bantu
– Alat bantu perabaan (buku-buku, air panas/dingin, batu, dsb)
– Alat Bantu pendengaran (kaset, CD, talkingbooks)
c) Alat Peraga
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran.(patung hewan, patung tubuh manusia , peta timbul)
2. Low Vision
Alat Bantu pendidikan bagi anak low vision terdiri dari alat bantu optic, alat Bantu kacamata, kaca mata pembesaran dan alat peraga.
a) Alat Bantu Optik :
– Kaca mata
– Kaca mata perbesaran
– Hand magnifier / kaca pembesar
b) Alat Bantu
– Kertas bergaris besar
– Spidol hitam
– Lampu meja
– Penyangga buku
c) Alat Peraga
– Gambar yang diperbesar
– Benda asli yang diawetkan
– Patung / benda model tiruan
b. Tenaga Kependidikan
Tenaga Kependidikan yang dibutuhkan antra lain :
1. Guru
2. Psikolog
3. Dokter mata
4. Optometris
c. Model Pendidikan
1. Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif adalah pendidikan pada sekolah umum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah umum dalam satu kesatuan yang sistemik. Kurikulum yang digunakan pada pendidikan inklusif adalah kurikulum yang fleksibel yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
2. Pendidikan Khusus (SLB)
Pendidikan Khusus (SLB) adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
3. Guru Kunjung
Model guru kunjung dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak tunanetra usia sekolah. Model ini diberlakukan dalam hal anak tunanetra tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya karena tempat tinggal yang sulit dijangkau, jarak sekolah dan rumah terlalu jauh, kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan, menderita berkepanjuangan , dan lain-lain.